Cerita Pendek: Pria di Bangku Kota

Dalam sela sunyi kota di malam hari, duduklah seorang pria dengan kemeja kusut diujung jalan, sendiri tanpa seorang pun. Lampu jalan menerangi bangku usang yang ia duduki, membuatnya terlihat kontras dipinggir trotoar. Ia memutuskan untuk tidak pulang dahulu hari itu, mungkin saja bisa sedaritadi, saat matahari perlahan mulai menghilang, jika ada sesuatu yang bisa ia bawa. Wajah nya lelah, tertunduk lesu, jiwanya telah dingin, lebih dingin dari angin malam itu. Ia sadar ambisinya tidak dapat berbuat banyak dalam situasi seperti ini. Dalam kesediriannya, hembus angin memberitahuku aroma keputusasaan pria itu, membawaku untuk mendekat dan membantunya jika diperlukan. Cukup dekat dengan pria itu, aku berada di bagian luar sinar lampu jalanan malam, pria itu sangat redup, bahkan bayangan lampu jalan dibawah kaki nya lebih gelap dari bayangan biasanya, aku tidak pernah melihat bayangan yang lebih gelap dari ini sebelumnya. Ia tidak menyadari kehadiranku disana. Dari dekat, tampak ia sedang asik dengan obrolannya, jelas ia sedang dalam hari yang berat, terlalu banyak ekspresi yang digunakannya sendiri. “Kau bodoh, kau kira siapa yang akan menginginkanmu?!” sahut pria berawajah kesal sambil mengerutkan alis, “Yah kalo tidak kita coba begini, siapa lagi yang akan menginginkan kita kan? Aku hanya perlu pengakuan” sahut pria berwajah redup sambil menaikan alisnya dengan nada rendah, “Gila! Se-isi keluarga besar membenci kita hanya karna tidak ada pekerjaan yang mau menerima kita, kau lihat Merry dan ucapannya tentang kita, didepan makan malam keluarga?! Apakah itu tidak cukup untuk membuatmu berhenti dan pergi dari sana?!” ucap pria kesal itu lebih keras kali ini, pria yang sedang bersedih itu hanya terdiam, tampaknya mempertimbangkan ucapan pria yang satunya. “Kau sangat bodoh jika terus tinggal dalam semua beban ini, kau hanya pria bodoh yang tak bisa menjaga dirimu sendiri dari keras dunia ini” kali ini pria kesal itu sedikit menunduk lesu. “Maafkan aku, aku hanya ingin melindungimu dari jahatnya pikiran orang-orang tak berhati diluar sana, aku hanya ingin melindungi kita” lanjut pria kesal itu dengan nada yang mulai rendah. “Terimakasih, aku akan pulang, besok akan kucoba lagi, semoga besok matahari menyinari sisiku yang berbeda, semoga kekuatan untuk tetap berjuang selalu ada dipikiranku, hanya ucapan itu yang kuingat sebelum kedua orangtua meninggalkan kita. Semua ceritaku akan ku simpan dan ku rangkum sedemikian rapih dalam ruang hati ini sampai kita bisa menceritakannya ke ayah dan ibu, semua cerita kegagalanku, keputusasaan yang tak berujung dan semua orang-orang tak berhati yang ingin menghancurkanku. Keinginan untuk menyelesaikan hidupku sering melintas, namun disaat yang bersamaan aku juga dapat merasakan energi kedua orangtuaku. Jika hidupku berakhir disini, hanya sedikit yang bisa kuceritakan pada mereka. Apakah aku akan membiarkan rangkuman ceritaku berhenti di 1 atau 2 lembar saja, tentu aku akan malu”. Beranjaklah pria dengan kemeja kusutnya dari bangku usang yang mulai menghangat. “Kau baik-baik saja?” tanyaku, ia menoleh kearahku “Ya, malam ini sangat ramai dipikiranku” ia langsung berjalan kearah selatan menyusuri trotoar kecil, entah kemana, aku memperhatikan tubuhnya mulai mengecil dari kejauhan dan menghilang di perempatan jalan. Kini pria itu lebih kuat dari sebelumnya. 

Apa yang kau tahu dari orang gila
Selain orang yang tidak dipedulikan di masyarakat
Orang yang telah rusak pikirannya oleh pukulan benda tumpul disebut moral
Jika kau yang bertanya padaku, bagaimana cara menjadi gila
Akan ku jawab,
 Kesana, keluarlah, 
bersama orang-orang keji tak punya hati
Bersama standar kehidupan yang takkan pernah kau dapatkan
Jika kau bertanya, bagaimana menyembuhkan gila
Itu sangat rumit
Karna disini semua gila, sedangkan disana tabu mendengar gila


Oleh:
Mochammad Abdul Hafidh
Depok, 21 Desember 2018

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram